Terus terang belakangan ini saya benci melihat tayangan televisi, biasanya sepulang kerja saya meluangkan waktu sedikit melihat perkembangan berita nasional. Kenapa ?, entah cuma saya taukah ada yang merasakan seperti saya, sepertinya semua berita dijejali ruwet dan bertele-telenye eksekusi terhadap 3 terpidana mati.

Dibawah sadar saya, semua ini membangkitkan luka lama yang seharusnya sudah pulih. Peritiwa Bom Bali I yang meluluhlantakkan Sari Club dan Paddy’s Cafe ini begitu membekas di hati saya, ada kengerian di hati saya melihat kebiadaban manusia terhadap sesamanya kala itu, terlebih setelah melihat denga kepala sendiri di TKP. Belakangan ini kengerian itu seolah timbul dari balik perasaan saya setelah melihat media dengan begitu intensnya mengupas dari A samapi Z, dari 1 sampai 10, dari hal hal yang tidak perlu di kupas untuk sebuah rencana eksekusi mati. Kelebatan gambar gambar penuh darah, ancaman, debat kusir untuk sesuatu yang tiada yang memahaminya dengan pasti di perbincangkan dan uraian omong kosong meliputi semua media.

Sungguh, semua ini menjadi begitu fenomenal. Sebuah sesi acara menuju liang lahat yang penih sensasi, itulah sebenarnya yang mereka inginkan. Semua liputan omong kosong ini menjadi begitu ekslusif, melebihi peringatan 100 tahun Kebangkitan Indonesia. Entah sadar atau tidak, liputan media yang jor joran ini telah membentuk opini publik yang beragam, meski media telah menyadari itu dari dulu, namun sekarang ini saya tidak melihat bahwa media memikirkan kepentingan yang lebih besar, yaitu masa depan bangsa ini, bangsa yang sedang sakit ini jangan lagi di bumbui racikan seperti ini. Masyarakat Indonesia belum begitu cerdas mengolah informasi yang tersaji dihadapannya, titik !!. Media hanya peduli rating, oplah, pemasukan iklan dsb. Intinya kenapa sih ini di besar besarkan ?

Sebuah eksekusi yang fenomenal… , media telah mengeksekusi segala sesuatu tentang hukuman mati terpidana 3 terpidana mati ini dengan begitu fenomenal.